Ibuku Peri Bunga

Posted Kamis, 27 Mei 2010 by Dea Mentari Dini

Ibu… Ibu adalah selimut hatiku, dia adalah orang terkasih dalam hidupku. Aku menyayanginya. Sangat menyayanginya. Ada satu hal yang sangat melekat kental dalam dirinya. Bunga. Ibu suka dengan bunga, ibu adalah penggemar berat bunga. Ada banyak macam bunga yang ia tanam. Mawar, melati, lily, dan entahlah masih banyak lagi. Wajahnya selalu tersenyum ketika menatapi satu per satu bunganya yang bermekaran di halaman belakang rumah. Dia tampak … cantik.

Sedari kecil dia sudah suka menanam bunga karena orang tuanya seorang pedagang bunga. Aku bisa mengerti dari mana kelembutan hatinya itu berasal. Dari bunga-bunga itu, dari bunga-bunga yang ia selalu rawat dan ciumi ketika sedang bermekaran.

“Akan sangat disayangkan bila bunga ini harus mati karena kupetik.”, pikirnya ketika ia berencana untuk memetik beberapa tangkai bunga untuk dipindah ke vas sebagai hiasan ruang tamu.

Tepat bukan apa yang aku telah katakan? Dia terlalu lembut hatinya. Bahkan untuk memetik setangkai bunga saja ia tak tega. Aku juga mengerti kenapa ayah begitu mencintainya. Ibu sangat cantik dan berhati lembut. Jikalau aku dapat istri sepertinya. Ayah memang beruntung bisa menikah dengan ibu.

Ayah adalah seorang dokter. Dokter umum yang sangat ramah kepada pasien-pasiennya. Ayah bertemu ibu ketika ibu sedang mengantar nenek yang sedang sakit gigi. Disinilah ayah mulai jatuh cinta kepada ibu. Ibu yang ketika itu memakai dress bermotif bunga dan sebuah jepit rambut berbentuk bunga tulip warna biru. Rambutnya yang halus lurus terurai panjang dan indah.

“Seperti bidadari surga.”, kata ayah kepadaku.

Akhirnya ayah menikah dengan ibu di sebuah gereja yang sangat indah di tepian pantai. Betapa beruntungnya ayah menikahi wanita seperti ibu. Pernikahan ayah dan ibu selalu baik dan harmonis. Tak pernah ada pertengkaran hebat di antara mereka. Hal ini membuat aku begitu mencintai keluargaku. Lucunya, terkadang ada-ada saja temanku yang bertanya bagaimana caranya bisa mempunyai orang tua seharmonis ayah dan ibu. Hal ini juga membuatku merasa bangga bisa menjadi anak dari ayah dan ibu.

Suatu hari teman ibu yang kuliah di Belanda mengiriminya sepucuk surat beserta fotonya ketika teman ibu berfoto disebuah taman yang dipenuhi dengan bunga-bunga berwarna-warni. Ketika ibu melihat gambar-gambar yang ada di foto itu, ibu tercengang. Ia kagum,

“Ya Tuhan, aku tak pernah menyangka jika ada taman bunga seindah ini di Belanda. Andai aku dapat kesana.”, kata ibu.

Namanya Taman Bunga Keukenhof. The most beautiful spring garden in the world. Begitu orang-orang bule mengatakan. Ayah yang mengetahui reaksi ibu saat itu merasakan betapa inginnya ibu pergi kesana melihat hamparan bunga yang luas sedang bermekaran. Namun saat itu memang sulit untuk mewujudkan keinginan ibu. Karena ayah juga sedang sangat sibuk dengan pekerjaannya karena naik jabatan menjadi kepala rumah sakit.

Setahun kemudian setelah ibu menerima surat itu, ibu akhirnya melahirkan anak pertamanya. Siapa? Itu aku. Anak laki-laki sekaligus anak tunggal ayah dan ibu. Aku mengikuti jejak ayah dibidang kedokteran. Bukan karena paksaan, tapi karena aku memang ingin menggelutinya. Sampai aku menikah dengan seorang suster yang ramah dan cantik bernama Maria. Suster Maria. Namanya seperti lagu nostalgia yang biasa ayah dendangkan di sore hari.

Aku dan Maria hidup harmonis dan bahagia. Sampai akhirnya kesedihan melanda kami. Ayah pergi untuk selama-lamanya. Ayak meninggal karena jantung koroner. Kematian ayah membawa kesedihan yang mendalam bagi ibu.

“Aku tak tega melihat ibu terus menerus terpuruk seperti ini,”, kata istriku beberapa hari setelah ayah meninggal.

“Bagaimana jika ibu tinggal bersama kita? Rumah ini biar dikontrakkan saja.”, katanya lagi.

“Baik, biar aku yang bicara pada ibu.”

Akhirnya ibu bersedia tinggal bersama kami setelah susah payah aku membujuknya. Ayah memang sangat berarti bagi ibu. Tetapi kesedihan ibu kian lama kian terobati setelah kehadiran anak pertamaku. Ibu sangat memanjakannya.

Namun ketika anakku berumur 5 tahun, ibu mendadak sakit keras dan harus opname di rumah sakit. Ketika aku dan sekeluarga menjenguk, ibu menyampaikan sebuah keinginannya yang terakhir sebelum ia pergi.

“Tolong bawa aku ‘kesana’ untuk pertama dan terakhir kalinya. The first and the last time.”

Pada akhirnya di bulan April saat musim semi di Eropa, aku, istriku dan juga ibu naik pesawat menuju negeri mantan penjajah bangsa kita. Anakku aku titipkan kepada adik Maria untuk sementara ketika akami sedang pergi. Karena ia terlalu kecil untuk bisa pergi jauh. Dari Indonesia menuju Belanda naik pesawat memerlukan waktu sekitar 10 jam. Waktu yang cukup lama untuk membuatku tertidur selama 6 jam perjalanan.

11.30 malam waktu Belanda. Kami beristirahat di sebuah penginapan tak jauh dari bandara. Tubuh ibu semakin lemas karena perjalanan yang panjang di pesawat. Akhirnya ku gendong ibuku sampai kamar dan merebahkannya di ranjang.

Saat keesokan harinya ketika badan ibu mulai kuat untuk berjalan lagi. Aku, istriku, dan ibu pergi ke taman terindah itu naik mobil yang kami sewa. Dari wajahnya, aku melihat bahwa ibu sudah tak sabar melihat surga kecilnya itu dengan mata kepalanya sendiri. Sebuah taman bunga tulip yang selalu ia idolakan sejak ia muda sampai sekarang.

Akhirnya sampailah kami di taman seribu tulip. Keukenhof. Yang artinya dapur bunga, nama yang aneh bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Hamparan bunga yang luas, penuh dengan bunga yang warna-warni. Disana ada sebuah danau yang dimana kita bisa berjalan di atasnya, selain itu ada sekumpulan angsa yang berenang di tengah danau. Dipinggiran danau yang lain itu ada air mancur yang cukup besar menyegarkan mata yang melihat . Ada pohon-pohon yang besar dan tinggi, dikelilingi sekumpulan bunga tulip berwarna-warni. Aku tercengang, aku kagum, aku menjadi… speechless. Oh bagaimana ibu tidak mengagumi taman yang megah ini? Ketika aku sadari, air mata ibu menetes menunjukan betapa bahagianya ia dapat mengunjungi taman impiannya. Bunga-bunga yang bermekaran itu, ketika ia sentuh dengan lembut dan ia cium wanginya. Ibu tampak seperti peri bunga.

Kami duduk di pinggir danau menikmati ketenangan yang ada di taman itu. Namun kemudian ia menyandarkan kepalanya di pundak istriku. Ibu membisikkan sesuatu kepada istriku, sepertinya ia berpesan sesuatu. Maria hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum. Hingga akhirnya ibu menutup matanya. Mungkin karena lelah jadi ia ingin beristirahat sejenak. Beberapa saat kemudian, Maria mencoba membangunkan ibu. Tapi ibu tak kunjung sadar juga. Maria panik, kemudian aku langsung menghampirinya.

“Ada apa?!”

“Ibu…!Ibu…!”

“Ya Tuhan…! Ada apa dengan ibu?!”

“Aku tak tahu, setelah membisikkan sesuatu kepadaku, ibu…ibu…”, istriku langsung terisak-isak.

“Ya Tuhan….! Ibu sudah tidak ada… Ibuku….!!”

Begitulah ibu meninggal. Kami sungguh tak menyangka akan secepat ini. Padahal aku baru akan mengajaknya membeli bunga. Ibu meninggal dalam kebahagiaan. Ibu meninggal di dekat orang-orang yang sangat menyayanginya. Ibu… damailah disana. Semoga ibu selalu bahagia bersama Tuhan. Semoga peri-peri bunga itu selalu menemani ibu di surga. Ayah, jika ayah bertemu dengan ibu di surga, hiduplah kalian dalam kebahagiaan yang abadi. Semoga ayah dan ibu selalu mendapat ketenangan. Aku disini akan selalu mengenang sosok kalian berdua. Orang tua yang sangat mengasihiku, dan mendidiku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku berjanji akan mendidik anakku seperti kalian mendidikku. Aku berjanji akan selalu setia bersama istriku sampai ajalku tiba. Aku tidak akan melupakan ayah dan ibu selama-lamanya. Lain kali kita akan bertemu lagi di kehidupan yang abadi.

Di MOG

Posted Minggu, 16 Mei 2010 by Dea Mentari Dini
Kemarin sial banget deh gue! Hiks! Salah sendiri juga sih pake foto-foto segala di dalem mall MOG. Abis ngga tau sih kalo ngga boleh motret. Ya.ampun dungu banget sih ?! Hahaha..
Jadi ditegur deh ama securitynya.. Okelah buat bapak yang ada disana. Mohon maap yaaak..
Lain kali saya ngga bakal ngulangin koook. Hehehe..
Sepurone nggeh pak. Terima Kasih sudah nggak nangkep saya waktu itu. Hihihi!

Lomba Fotografi / Broadcasting

Posted Selasa, 11 Mei 2010 by Dea Mentari Dini
Tanggal 9-Mei-2010 kemarin secara kebetulan saya menang di perlombaan broadcasting yang diadakan oleh SMAN8 Malang..
huhuhu! Sungguh tidak percaya memang karena kala itu persaingannya cukup ketat dan mengingat saya mencari foto secara dadakan sehari sebelum perlombaan. Keren kan?! Hahaha!
Tapi syukur alhamdulillah deh bisa dapet juara the best art.. (bukan be des art luuuh!)
Berikut ini nih foto yang waktu itu saya lombakan , tapi ngga tau foto mana yang menang. hehehe!

"Keukenhof"

Posted Selasa, 04 Mei 2010 by Dea Mentari Dini

Wuuuoooo......!!
bagi sapa aja yang kagak tau tentang ini nama khususnya para cewek-cewek pecinta bunga, NYESEL DEEEEHHH...............!!
Soalnya ini itu salah satu nama taman bungan yang terbesar di Belanda dan view.nya kuuueeerrreeennn bangeeet!
hahahaha!

Suatu saat nanti aku pengen banget bisa ke sana. Sayangnya ini taman adanya di Belanda siiih! Kalo dibandingin sama yang ada di Selecta Batu mah kaga ada apa-apanyaaa...!
hohoh!
keren abis!